Minggu, 07 September 2014

Obrolan saat sholat maghrib

Saya bukan termasuk orang yang khusuk dalam menjalankan ibadah sholat. Jadi kalau ada yang sedang mengobrol saat saya sholat saya bisa mendengar. Astaghfirullah...

Sudah hampir 3 tahun saya menikah dan belum dikaruniai momongan. Bukan menjadi tidak masalah, sebenarnya karena obrolan yang saya dengar menjadi permasalahan buat saya (secara pribadi).

Waktu itu saya sedang sholat maghrib. Kebetulan di ruangan tersebut bukan hanya saya saja, tapi ada 2 orang lainnya. anak dan ibu. Saya kenal. Tiba-tiba si anak membuka obrolan, sesaat saya telah melakukan takbir.

Anak (a): bu, kalau aku menikah pasti cepat ya hamilnya
Ibu (i) : oh iya dong pasti itu
a : soalnya ibu kan dulu begitu langsung hamil
i : iya, kamu tuh dari keturunan yang subur jadi pasti cepat hamil
a : iya bu, kalau dari keturunan subur pasti cepat hamil, kalau dari keturunan tidak subur memang susah hamilnya

Dengan menahan airmata saya meneruskan sholat dengan pikiran yang campur aduk. Saya lahir setelah 4 tahun pernikahan orang tua. Entah mengapa saya langsung berfikir bahwa si anak dan ibu tadi secara tidak langsung mengatakan bahwa ibu saya tidak subur hingga saya pun tidak subur.

Sampai disitu saya mencoba berdoa, meminta ketenangan hati dan pikiran. Hingga ada seorang teman mengatakan bawa anak dan ibu tadi dari rumahnya mempersoalkan belum adanya momongan diantara saya dan suami.

Kejadian itu 6 bulan yang lalu, namun sampai saat ini saya masih belum bisa melupakan. Semoga ini tidak menjadi bebanku. Kenyataannya obrolan singkat itu menjadi beban. Makin hari bertambah beban ini.

Saya tidak pernah memilih lahir di tahun keempat pernikahan ortu, saya juga tidak bisa memilih hingga mendekati tahun ketiga pernikahan saya untuk tetap hidup berdua. Buat saya anak itu hak dari Allah. Ketika Allah memberikan keadaan yang seperti ini Allah yakin umat nya akan mampu melaluinya. Saat ini saya menjadi sensitif jika mendengar obrolan si anak dan ibu seputar anak kecil.

Saya hanya bisa berusaha dan berdoa. Kapan itu datang sang buah hati itu adalah rahasia yang kuasa. Tolong jangan tanyakan apa saya sudah hamil, cukup doakan agar saya lekas hamil. :) 

Dalam antrian kala truk menggelepar

Kemarin saya bersama keluarga pergi ke Singosari. Brangkat pagi dari Pasuruan niatnya biar tidak kejebak macet, maklum kalau weekend jalur arah ke Malang pasti merambat. Mendekati lawang sudah mulai merambat sampai akhirnya kami memutuskan melewati jalan bawah, tidak melewati fly over. Usut punya usut di fly over ada truk menggelepar (baca terguling) hingga membuat arus lalin terhambat.

Pulang dari Singosari kami berniat ke Surabaya. Berharap truk yg menggelepar tadi sudah dievakuasi. Nyatanya dari keluar singosari merambat, istilahnya pamer paha (padat merayap tanpa harapan). Dan kami pun berhenti total di depan indomart Lawang. Arus lalin ditutup. Derek yang diharapkan dapat membantu truk malah tidak mampu karena beban truk yg terlampau berat.

Karena mesin mobil dimatikan, saya keluar dari mobil dan mencoba mencari udara segar diluar mobil. Banyak penumpang kendaraan memilih untuk istirahat di trotoar. Nah saat saya sedang menanti update berita truk tadi ada percakapan dari rombongan keluarga disamping saya.

'Harusnya kita ini demo, agar polisinya yang didepan mengarahkan jalan pelan-pelan. Kalau begitu kan enak lancar meski pelan-pelan' dalam hati saya 'widdiiiih hebat nih ibu bisa tau keadaan didepannya sekitar 1km'

'Pasti orang-orang yang didepan tidak berani demo ke polisi, polisinya juga begitu, keadaan kayak gini diam aja' si ibu mulai mengomel lagi.

Saya cuma bisa senyum, saat macet total seperti itu memang otak langsung memberikan sinyal negatif. Mulai umpatan, keluhan, hingga tuduhan yang seperti dilontarkan si ibu tadi. Sebelum otak saya teracuni si ib tadi saya memutuskan membeli sesuatu yang dapat dimakan di indomart.

Sesampainya di indomart, saya ingin ke kamar kecil. Tidak kalah dengan para mobil, di depan toilet indomart pun terjadi antrian para pengendara yg ingin mengeluarkan hasrat tak tertahankan. Nah di sela-sela antrian terjadilah percakapan lagi. Beginilah kalau para ibu dan wanita bertemu

Si ibu berjilbab rapi dan berpenampilan ibu kota berujar 'wah saya sudah ketinggalan pesawat' terjadilah percakapan w5h1.

Ada lagi ibu memakai gamis bilang 'anak saya mau melahirkan, sudah pembukaan 1'
sontak yang antri langsung bilang 'HHHAAAAA....'

Untungnya ibu depan saya berkata 'Ibu di mobil sebelah mana, saya rombongan bidan. banyak bidan di bus saya' dan terjadilah percakapan diantara mereka. Kata si ibu yang anaknya mau melahirkan 'suami anak saya sudah ke depan berbicara kepada polisi untuk dibuka 1 jalur biar paling tidak jalan sedikit sedikit, mantu saya malah kena semprot polisinya, di minta balik ke mobil dan tunggu info selanjutnya'

Sesaat saya merasa berada dalam adegan film yang sangat dramatis.

Seandainya mantu si ibu tadi bilang kondisi istrinya mau melahirkan mungkin si pak polisi mau membantu, karena salah bicara jadi malah runyam perkara.

Lalu saya teringat bagaimana fenomena macet terjadi setiap hari di Jakarta. Bagaimana pengendara mengontrol antara hati, otak, dan kata yang terlontar. Macet itu membutuhkan hati yg kuat, logika yg harus tetap jalan, otak yang senantiasa harus dingin, serta mulut yang harusnya berdzikir bukan mengumpat.

Merasakan macet 5 jam banyak pelajaran yg saya dapatkan.Dengarkan radio yg meliput kejadian lalu lintas, kl jawa timur sih SSFM. dengan begitu kita bisa mengurangi umpatan dan spekulasi gak jelas.