Minggu, 29 Agustus 2010

PERMATUR -perang yang masih premature-

Gatal tanganku menari saat mendengar berita akhir2 ini. Mungkin karena jengah saja hingga memaksa jari ini menari di atas tuts laptop.
Berita tentang hubungan dengan tetangga sebelah akhir2 ini seperti air PDAM yang baru saja dikuras. Keruh. Teriakan Perang berkumandang dimana2, seperti mau membakar hati dan otak kita. Dan benar dengan mudahnya banyak yang terbakar hingga semua tindakan yang kekanak2an dilakukan. Sungguh menyedihkan.
Memang kita gatal dengan semua tingkah tetangga kita namun apakah Perang solusi yang tepat? Sedikit mengingatkan saja, kisah nabi SAW yang pernah melakukan sholat dan ada seseorang meletakkan kotoran unta di kepalanya. Apakah nabi saat itu langsung membakar pelaku? Apakah nabi langsung melabrak pelaku? Aku rasa semua ingat apa yang dilakukan nabi.
Memang berbeda kasus, tapi apakah kita sebagai umat nabi mudah tersulut?
Masihkah kita berteriak perang saat ratusan sodara kita (para TKI) masih berada dalam naungan tetangga?
Sudahkah kita berfikir apa dampak dari perang?
Berfikirkah kita dengan dampak dari semua tidakan kita?
Cukup sedih melihat tingkah laku rekan2 kita yang lantang berteriak lantang PERANG.
Terlalu premature kita berteriak seperti itu. Bukan karena kita takut namun karena lebih banyak solusi yang bisa diambil daripada berteriak PERANG.
Harusnya kita berfikir ulang mengapa tetangga sering mengusik kita? mulai dari budaya hingga kedaulatan.
Sudahkah kita menghargai apa yang kita miliki?
Sudahkah kita menjaga apa yang kita miliki?
Dan mengapa kita baru berteriak ketika tersentil?
Mencoba bercermin dan tidak melihat seekor gajah diseberang mungkin yang harus kita lakukan.
Masih banyak solusi yang lebih baik dari pada PERANG kawan. Namun jika kau masih berkata PERANG, tengoklah sodara kita di benua lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar